Kelarutan
atau solubilitas adalah
kemampuan suatu zat kimia
tertentu, zat terlarut (solute),
untuk larut dalam suatu pelarut (solvent).
Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu
pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh.
Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut.
Contohnya adalah etanol di
dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih
tepatnya disebut miscible.
Melarut
tidaknya suatu zat dalam suatu sistem tertentu dan besarnya kelarutan, sebagian
besar tergantung pada sifat serta intensitas kekuatan yang ada pada zat
terlarut-pelarut dan resultan interaksi zat terlarut-pelarut.
Dalam
besaran kuantitatif kelarutan didefinisikan sebagai konsentrasi zat terlarut
dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan
sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi
molekuler homogen. Suatu larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah larutan
yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di bawah konsentrasi yang
dibutuhkan untuk penjenuhan yang sempurna pada temperatur tertentu. Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat
terlarut berada dalam keadaan setimbang dengan fase padat. Sedangkan larutan
lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi
lebih banyak dari yang seharusnya pada temperatur tertentu terdapat juga zat
terlarut yang tidak larut, keadaan lewat jenuh mungkin terjadi apabila inti
kecil zat terlarut yang dibutuhkan untuk pembentukan kristal permulaan lebih
mudah larut daripada kristal besar, sehingga menyebabkan sulitnya inti
terbentuk dan tumbuh dengan akibat kegagalan kristalisasi. Kelarutan suatu
senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, selain
itu dipengaruhi pula oleh faktor temperatur, tekanan, pH larutan dan untuk
jumlah yang lebih kecil bergantung pada terbaginya zat terlarut.
Pelarut
umumnya merupakan suatu cairan yang
dapat berupa zat murni ataupun campuran.
Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti
etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam
air. Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang
sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang
benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik
kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang
disebut lewat jenuh (supersaturated)
yang metastabil. Proses
pelarutan yang melibatkan interaksi solut dengan solut, solven dengan solven,
dan solut dengan solven terdiri dari tiga tahap, yaitu
Tahap
pertama menyangkut pemindahan suatu molekul zat dari zat terlarut pada
temperatur tertentu. Kerja yang dilakukan dalam memindahkan satu molekul dari
zat terlarut sehingga dapat lewat ke wujud uap membutuhkan pemecahan ikatan
antar molekul-molekul berdekatan. Proses pelepasan ini melibatkan energi
sebesar 2W22 untuk memecah ikatan antar molekul yang berdekatan dalam kristal.
Tetapi apabila molekul melepaskan diri dari fase zat terlarut, lubang yang
ditinggalkan tertutup, dan setengah dari energi diterima kembali, maka total
energi dari proses pertama adalah W22.
Tahap
kedua menyangkut pembentukan lubang dalam pelarut yang cukup besar untuk
menerima molekul zat terlarut. Energi yang dibutuhkan pada tahap ini adalah
W11. Bilangan 11 menunjukkan bahwa interaksi terjadi antar molekul solven.
Tahap
ketiga penempatan molekul zat terlarut dalam lubang pelarut. Lubang dalam
pelarut yang terbentuk pada gambar 2, sekarang tertutup. Pada keadaan ini, terjadi
penurunan energi, selanjutnya akan terjadi penutupan rongga
kembali dan kembali terjadi penurunan energi potensial.
Kelarutan
zat di dalam pelarut dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:
Pelarut
Bila suatu zat melarut, kekuatan
tarik-menarik antar molekul dari zat terlarut harus diatasi oleh kekuatan
tarik-menarik antara zat terlarut dengan pelarut. Ini menyebabkan pemecahan
kekuatan ikatan antar zat terlarut dan pelarut untuk mencapai tarik-menarik zat
pelarut.
1.)
Pelarut Polar
Kelarutan obat sebagian besar
disebabkan oleh polaritas dari pelarut, yaitu momen dipolnya. Pelarut polar
melarutkan zat terlarut ionik dan zat polar lain. Sesuai dengan itu, air
bercampur dengan alkohol dengan segala perbandingan dan melarutkan gula dan
senyawa polihidroksi lain. Air melarutkan fenol, alkohol, aldehid, keton amina
dan senyawa lain yang mengandung oksigen dan nitrogen yang dapat membentuk
ikatan hidroksi dalam air.
2.)
Pelarut Non Polar
Aksi pelarut dari cairan non polar
seperti hidrokarbon berbeda dengan zat polar. Pelarut non polar tidak dapat
mengurangi gaya tarik-menarik antara ion elektrolit kuat dan lemah, karena
tetapan dielektrik pelarut yang rendah. Pelarut juga tidak dapat memecahkan
ikatan kovalen dan elektrolit dan berionisasi lemah karena pelarut non polar
tidak dapat membentuk jembatan hidrogen dengan non elektrolit. Oleh karena itu,
zat terlarut ionik dan polar tidak dapat larut atau hanya dapat larut sedikit
dalam pelarut non polar. Tetapi senyawa non polar dapat melarutkan zat terlarut
non polar dengan tekanan yang sama melalui interaksi dipol induksi. Molekul zat
terlarut tetap berada dalam larutan dengan adanya sejenis gaya van der
waals-london lemah. Maka, minyak dan lemak larut dalam karbon tetraklorida,
benzen dan minyak mineral. Alkaloida basa dan asam lemak larut dalam pelarut
non polar.
3.)
Pelarut Semipolar
Pelarut semipolar seperti keton dan
alkohol dapat menginduksi suatu derajat polaritas tertentu dalam molekul
pelarut non polar, sehingga menjadi dapat larut dalam alkohol, contoh : benzen
yang mudah dipolarisasikan, kenyataannya senyawa semipolar dapat bertindak
sebagai pelarut perantara yang dapat menyebabkan bercampurnya cairan polar dan
non polar.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi kelarutan
1.)
Interaksi solut dan solven
Pada kondisi tertentu, zat mempunyai
kelarutan tertentu pula. Kemampuan berinteraksi antara solut dan solven sangat
tergantung pada sifat solut maupun sifat solven, yang dipengaruhi efek kimia,
elektrik maupun struktur. Kelarutan suatu zat juga bergantung pada struktur
molekulnya seperti perbandingan gugus polar dan gugus non polar dari molekul.
Semakin panjang rantai non polar dari alkohol alifatis, semakin kecil
kelarutannya dalam air. Kelarutan zat terlarut dalam pelarut juga dipengaruhi oleh
polaritas atau momen dipol pelarut. Pelarut-pelarut polar dapat melarutkan
senyawa-senyawa ionik serta senyawa-senyawa polar lainnya.
Salting Out adalah Peristiwa
adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai kelarutan lebih besar dibanding zat
utama, akan menyebabkan penurunan kelarutan zat utama atau terbentuknya endapan
karena ada reaksi kimia. Contohnya : kelarutan minyak atsiri dalam air akan
turun bila kedalam air tersebut ditambahkan larutan NaCl jenuh. Salting in adalah adanya zat
terlarut tertentu yang menyebabkan kelarutan zat utama dalam solvent menjadi
lebih besar. Contohnya : Riboflavin tidak larut dalam air tetapi larut dalam
larutan yang mengandung Nicotinamida.
2.)
pH
Zat organik yang bersifat asam lemah,
dimana kelarutannya sangat dipengaruhi oleh pH pelarutnya. Kelarutan asam-asam
organik lemah seperti barbiturat dan sulfonamida dalam air akan bertambah
dengan naiknya pH karena terbentuk garam yang mudah larut dalam air. Sedangkan
basa-basa organik lemah seperti alkoholida dan anastetika lokal pada umumnya
sukar larut dalam air. Bila pH larutan diturunkan dengan
penambahan
asam kuat maka akan terbentuk garam yang mudah larut dalam air.
3.)
Tekanan
Pada umumnya, tekanan mempunyai efek
sangat kecil terhadap kelarutan zat cair atau zat padat dalam pelarut zat cair.
Namun apabila terjadi perubahan tekanan dapat ditunjukkan dengan prinsip Le
Chatelier karena ia tergantung pada volume relatif larutan dan penyusun zat.
Pada umumnya perubahan volume larutan kecil dikarenakan tekanan, sehingga
tekanan yang diperlukan akan sangat besar untuk mengubah kelarutan zat.
4.)
Suhu
Perubahan kelarutan suatu zat
terlarut karena pengaruh suhu erat hubungannya dengan panas kelarutan dari zat
tersebut. Panas kelarutan didefinisikan sebagai banyaknya panas yang dibebaskan
atau diperlukan apabila satu mol zat terlarut dilarutkan dalam suatu pelarut
untuk menghasilkan suatu larutan jenuh. Kelarutan zat padat dalam larutan ideal
tergantung kepada temperatur, titik leleh zat padat dan panas peleburan molar
zat tersebut. Kelarutan suatu zat padat dalam air akan semakin tinggi bila
suhunya dinaikan. Adanya panas (kalor) mengakibatkan semakin renggangnya jarak
antar molekul zat padat tersebut. Merenggangnya jarak antar molekul zat padat
menjadikan kekuatan gaya antar molekul tersebut menjadi lemah sehingga mudah
terlepas oleh gaya tarik molekul-molekul air. Berbeda dengan zat padat, adannya
pengaruh kenaikan suhu akan menyebabkan kelarutan gas dalam air berkurang. Hal
ini disebabkan karena gas yang terlarut di dalam air akan terlepas meninggalkan
air bila suhu meningkat.
5.)
Pengaruh bentuk dan ukuran partikel
Kelarutan suatu zat akan naik dengan
berkurangnya ukuran partikel suatu zat, Konfigurasi
molekul dan bentuk susunan kristal juga berpengaruh terhadap kelarutan zat.
Partikel yang bentuknya tidak simetris lebih mudah larut bila dibandingkan
dengan partikel yang bentuknya simetris.
6.)
Pengaruh konstanta dielektrik
Kelarutan suatu zat sangat
dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar mempunyai konstanta
dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat non polar sukar larut di dalamnya,
begitu pula sebaliknya. Besarnya tetapan dielektrik ini menurut moore dapat diatur
dengan penambahan pelarut lain. Tetapan dielektrik suatu campuran pelarut merupakan
hasil penjumlahan dari tetapan dielektrik masing-masing yang sudah dikalikan
dengan % volume masing-masing komponen pelarut. Adakalanya suatu zat lebih
mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan pelarut tunggalny. Fenomena ini
dikenal dengan istilah co-solvency dan pelarut yang mana dalam bentuk campuran
dapat menaikkan kelarutan suatu zat disebut co-solvent. Etanol, gliserin dan
propilen glikol adalah co-solvent yang umum digunakan dalam bidang farmasi untuk
pembuatan eliksir.
Cara Meningkatkan
Kelarutan
Kelarutan
suatu zat (solut) dapat ditingkatkan dengan berbagai cara, antara lain:
1.)
Pembentukan Kompleks
Gaya antar molekuler yang terlibat
dalam pembentukan kompleks adalah gaya van der waals dari dispersi, dipolar dan
tipe dipolar diinduksi. Ikatan hidrogen memberikan gaya yang bermakna dalam
beberapa kompleks molekuler dan kovalen koordinat penting dalam beberapa
kompleks logam. Salah satu faktor yang penting dalam pembentukan kompleks
molekuler adalah persyaratan ruang. Jika pendekatan dan asosiasi yang dekat
dari molekul donor dan molekul akseptor dihalangi oleh faktor ruang, kompleks
akan atau mungkin berbentuk ikatan hidrogen dan pengaruh lain harus
dipertimbangkan. Polietilen glikol, polistirena, karboksimetil-selulosa dan
polimer sejenis yang
mengandung oksigen nukleofilik dapat berbentuk kompleks dengan berbagai obat.
Semakin stabil kompleks organik molekuler yang terbentuk, makin besar reservoir
obat yang tersedia untuk pelepasan. Suatu kompleks yang stabil menghasilkan
laju pelepasan awal yang lambat dan membutuhkan waktu yang lama untuk pelepasan
sempurna.
Cara ini membuat pentingnya
pembuatan kompleks molekuler. Dibawah kompleks ini diartikan senyawa yang
antara lain terbentuk melalui jembatan hidrogen atau gaya dipol-dipol, juga
melalui antar aksi hidrofob antar bahan obat yang berlainan seperti juga bahan
obat dan bahan pembantu yang dipilih. Pembentukan kompleks sering dikaitkan
dengan suatu perubahan sifat yang lebih penting dari bahan obat, seperti
ketetapan dan daya resorbsinya, sehingga dalam setiap kasus diperlukan suatu
pengujian yang cermat dan cocok. Pembentukan kompleks sekarang banyak dijumpai
penggunaannya untuk perbaikan kelarutan, akan tetapi dalam kasus lain juga
dapat menyebabkan suatu perlambatan kelarutan.
2.)
Penambahan Kosolven
Kosolven adalah pelarut yang
ditambahkan dalam suatu sistem untuk membantu melarutkan atau meningkatkan
stabilitas dari suatu zat, cara ini disebut kosolvensi. Cara ini cukup
potensial dan sederhana dibanding beberapa cara lain yang digunakan untuk
meningkatkan kelarutan dan stabilitas suatu bahan. Penggunaan kosolven dapat
mempengaruhi polaritas sistem, yang dapat ditunjukkan dengan pengubahan tetapan
dielektrikanya.
Kosolven seperti etanol, propilen
glikol, polietilen glikol dan glikofural telah rutin digunakan sebagai zat
untuk meningkatkan kelarutan obat dalam larutan pembawa berair. Pada beberapa
kasus, penggunaan kosolven yang tepat dapat meningkatkan kelarutan obat hingga
beberapa kali lipat, namun bisa juga peningkatan kelarutannya sangat kecil,
bahkan dalam beberapa kasus penggunaan kosolven dapat menurunkan kelarutan
solut dalam larutan berair. Efek peningkatan kelarutan terutama disebabkan oleh
polaritas obat terhadap solven (air) dan kosolven. Pemilihan sistem kosolven
yang tepat dapat menjamin kelarutan semua komponen dalam formulasi dan
meminimalkan resiko pengendapan karena pendinginan atau pengenceran oleh cairan
darah. Akibatnya, hal ini akan mengurangi iritasi jaringan pada tempat
administrasi obat.
3.)
Penambahan Surfaktan
Surfaktan atau zat aktif permukaan adalah molekul yang struktur
kimianya terdiri dari dua bagian dan mempunyai perbedaan afinitas terhadap
berbagai pelarut yaitu bagian hidrofobik dan hidrofilik. Bagian hidrofobik
terdiri dari rantai panjang hidrokarbon terhalogenasi atau teroksigenasi,
bagian ini mempunyai afinitas terhadap minyak atau pelarut non polar, sedangkan
bagian hidrofilik dapat berupa ion, gugus polar, atau gugus-gugus yang larut
dalam air. Oleh karena itu surfaktan seringkali disebut ampifil karena
mempunyai afinitas tertentu baik terhadap pelarut polar maupun non polar. Surfaktan
secara dominan terhadap hidrofilik, hidrofobik atau berada di antara minyak
air. Ampifilik merupakan sifat dari surfaktan yang menyebabkan zat terabsorpsi
pada antarmuka, apakah cair/gas, atau cair/cair. Agar surfaktan terpusat pada
antarmuka, harus diimbangi dengan jumlah gugus-gugus yang larut air dan minyak.
Bila molekul terlalu hidrofilik atau hidrofobik maka tidak akan memberikan efek
pada antarmuka. Adsorpsi molekul surfaktan di permukaan cairan akan menurunkan
tegangan permukaan dan adsorpsi di antara cairan akan menurunkan tegangan
antarmuka.
Penggunaan surfaktan pada kadar yang lebih tinggi akan berkumpul
membentuk agregat yang disebut misel. Selain itu pada pemakaiannya dengan kadar
tinggi sampai Critical Micelle Concentration (CMC) surfaktan diasumsikan mampu
berinteraksi kompleks dengan obat tertentu selanjutnya dapat pula mempengaruhi
permeabilitas membran tempat absorbsi obat karena surfaktan dan membran
mengandung komponen penyusun yang sama. Sifat terpenting misel adalah
kemampuannya untuk menaikkan kelarutan zat-zat yang biasanya sukar larut atau
sedikit larut dalam pelarut yang digunakan. Proses ini disebut solubilisasi
yang terbentuk antara molekul zat yang larut berasosiasi dengan misel surfaktan
membentuk larutan yang jernih dan stabil secara termodinamika.
Tegangan permukaan adalah gaya persatuan panjang yang harus diberikan
sejajar dengan permukaan cairan untuk mengimbangi tarikan ke dalam. Tegangan
antarmuka adalah gaya persatuan panjang yang terdapat antarmuka dua fase cair
yang tidak bercampur, dan seperti tegangan permukaan mempunyai satuan dyne/cm.
Tegangan antarmuka selalu lebih kecil daripada tegangan permukaan karena gaya
adhesif antar dua fase cair yang membentuk suatu antarmuka adalah lebih besar
daripada bila suatu fase cair dan suatu fase gas berada bersama-sama. Apabila
dua cairan bercampur dengan sempurna, tidak ada tegangan antarmuka yang
terjadi. Surfaktan terbagi menjadi :
a.
surfaktan anionik
Surfaktan yang larut dalam air dan
berionisasi menjadi ion negatif dan ion positif. Ion negatif bertindak sebagai
surfaktan misalnya Natrium lauril sulfat.
b.
surfaktan kationik
Surfaktan yang larut dalam air,
berionisasi menjadi ion negatif dan ion positif. Ion postif bertindak sebagai
surfaktan, misalnya N-setil n-etil morfolium etosulfat.
c.
surfaktan amfoter
Surfaktan yang molekulnya bersifat
amfoter, misalnya : Asil aminopropiona, Imidazolinum betaine.
d.
surfaktan nonionik
Surfaktan non ionik adalah surfaktan
yang larut dalam air tetapi tidak berionisasi, misalnya : tween dan span.
thank ane dah kelar tugas ya
BalasHapus