A.
Definisi
anemia dan anti anemia
Menurut
definisi, anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas
hemoglobin, dan volume pada sel darah merah (hematokrit) per 100 ml darah. Anemia adalah suatu
istilah umum untuk sejumlah besar kondisi yang ditandai dengan penurunan
kapasitas pembawa oksigen darah. Sel darah merah membawa oksigen dalam
hemoglobin, sehingga anemia mungkin disebabkan oleh kekurangan darah atau sel
darah merah atau hemoglobin.
Anti
anemia merupakan suatu senyawa baik
sintesis maupun alamiah yang bekerja untuk meningkatkan pasokan oksigen dalam
darah baik dengan meningkatkan volume plasma darah ataupun dengan meningkatkan
proses pembentukan SDM. Obat Antianemia adalah agen terapeutik yang
meningkatkan baik jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam darah.
B.
Manifestasi
klinik
Pada anemia,
karena semua sistem organ dapat terlibat, maka dapat menimbulkan manifestasi
klinik yang luas. Manifestasi ini bergantung pada:
(1) Kecepatan
timbulnya anemia
(2) Umur
individu
(3) Mekanisme
kompensasinya
(4) Tingkat
aktivitasnya
(5) Kehilangan darah
(6) Memadai produksi darah
(7) Berlebihan kerusakan sel
darah
(8) Keadaan
penyakit yang mendasari, dan
(9) Parahnya
anemia tersebut.
Karena jumlah
efektif sel darah merah berkurang, maka lebih sedikit O2 yang dikirimkan ke
jaringan. Kehilangan darah yang mendadak (30% atau lebih), seperti pada
perdarahan, menimbulkan simtomatoogi sekunder hipovolemia dan hipoksemia. Namun
pengurangan hebat massa sel darah merah dalam waktu beberapa bulan (walaupun
pengurangannya 50%) memungkinkan mekanisme kompensasi tubuh untuk menyesuaikan
diri, dan biasanya penderita asimtomatik, kecuali pada kerja jasmani berat.
Mekanisme
kompensasi bekerja melalui:
(1) Peningkatan
curah jantung dan pernafasan, karena itu menambah pengiriman O2 ke
jaringan-jaringan oleh sel darah merah
(2) Meningkatkan
pelepasan O2 oleh hemoglobin
(3) Mengembangkan
volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan, dan
(4) Redistribusi
aliran darah ke organ-organ vital (deGruchy, 1978 ).
C.
Etiologi
1. Karena
cacat sel darah merah (SDM)
Sel darah merah mempunyai komponen
penyusun yang banyak sekali. Tiap-tiap komponen ini bila mengalami cacat atau
kelainan, akan menimbulkan masalah bagi SDM sendiri, sehingga sel ini tidak
berfungsi sebagai mana mestinya dan dengan cepat mengalami penuaan dan segera
dihancurkan. Pada umumnya cacat yang dialami SDM menyangkut senyawa-senyawa
protein yang menyusunnya. Oleh karena kelainan ini menyangkut protein,
sedangkan sintesis protein dikendalikan oleh gen di DNA.
2. Karena
kekurangan zat gizi
Anemia jenis ini merupakan salah satu
anemia yang disebabkan oleh faktor luar tubuh, yaitu kekurangan salah satu zat
gizi. Anemia karena kelainan dalam SDM disebabkan oleh faktor konstitutif yang
menyusun sel tersebut. Anemia jenis ini tidak dapat diobati, yang dapat
dilakukan adalah hanya memperpanjang usia SDM sehingga mendekati umur yang
seharusnya, mengurangi beratnya gejala atau bahkan hanya mengurangi penyulit
yang terjadi.
3. Karena
perdarahan
Kehilangan darah dalam jumlah besar
tentu saja akan menyebabkan kurangnya jumlah SDM dalam darah, sehingga terjadi
anemia. Anemia karena perdarahan besar dan dalam waktu singkat ini secara nisbi
jarang terjadi. Keadaan ini biasanya terjadi karena kecelakaan dan bahaya yang
diakibatkannya langsung disadari. Akibatnya, segala usaha akan dilakukan untuk
mencegah perdarahan dan kalau mungkin mengembalikan jumlah darah ke keadaan
semula, misalnya dengan tranfusi.
4. Karena
otoimun
Dalam keadaan tertentu, sistem imun
tubuh dapat mengenali dan menghancurkan bagian-bagian tubuh yang biasanya tidak
dihancurkan. Keadaan ini sebanarnya tidak seharusnya terjadi dalam jumlah
besar. Bila hal tersebut terjadi terhadap SDM, umur SDM akan memendek karena
dengan cepat dihancurkan oleh sistem imun.
5. Kekurangan zat besi
Penyebab paling umum anemia pada orang dewasa adalah kekurangan
zat besi. Meskipun makanan khas Amerika cukup mengandung zat besi untuk
memenuhi kebutuhan normal, individu-individu yang kurang mampu menyerap dan
menyimpan zat besi mungkin mengalami produksi hemoglobin tidak
memadai. Meskipun cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan zat besi setiap
hari adalah melalui perbaikan diet, suplemen zat besi secara luas digunakan.
D.
Diagnosis
(gejala atau tanda-tanda)
Tanda-tanda yang
paling sering dikaitkan dengan anemia adalah:
1. Kelelahan,
lemah, pucat, dan kurang bergairah
2. Sakit
kepala, dan mudah marah
3. Tidak
mampu berkonsentrasi, dan rentan terhadap infeksi
4. Pada
anemia yang kronis menunjukkan bentuk kuku seperti sendok dan rapuh,
pecah-pecah pada sudut mulut, lidah lunak dan sulit menelan.
Karena
faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi
kapiler mempengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat
yang dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan, dan membran mukosa mulut
serta konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.
Takikardia dan
bising jantung (suara yang disebabkan oleh kecepatan aliran darah yang
meningkat) menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat. Angina
(sakit dada), khususnya pada penderita yang tua dengan stenosis koroner, dapat
diakibatkan karena iskemia miokardium. Pada anemia berat, dapat menimbulkan
payah jantung kongesif sebab otot jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat
menyesuaikan diri dengan beban kerja jantung yang meningkat.
Dispnea
(kesulitan bernafas), nafas pendek, dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas
jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman O2. Sakit kepala, pusing,
kelemahan dan tinnitus (telinga berdengung) dapat menggambarkan berkurangnya
oksigenasi pada susunan saraf pusat. Pada anemia yang berat dapat juga timbul
gejala saluran cerna yang umumnya berhubungan dengan keadaan defisiensi.
Gejala-gejala ini adalah anoreksia, nausea, konstipasi atau diare dan
stomatitis (sariawan lidah dan mulut).
E.
Klasifikasi
anemia
Anemia dapat
diidentifikasikan menurut morfologi sel darah merah serta indeks-indeksnya dan
menurut etiologinya. Pada klasifikasi anemia menurut morfologi sel darah merah
dan indeks-indeksnya terbagi menjadi :
a. Menurut
ukuran sel darah merah
Anemia
normositik (ukuran sel darah merah normal), anemia mikrositik (ukuran sel darah
merah kecil) dan anemia makrositik (ukuran sel darah merah besar).
b. Menurut
kandungan dan warna hemoglobin
Anemia
normokromik (warna hemoglobin normal), anemia hipokromik (kandungan dan warna
hemoglobin menurun) dan anemia hiperkromik (kandungan dan warna hemoglobin
meningkat).
§ Anemia
Normositik Normokrom
Dimana ukuran
dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah
yang normal tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah
kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan
endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum, dan penyakit-penyakit infiltratif
metastatik pada sumsum tulang.
·
Anemia Makrositik
Normokrom
Makrositik
berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom
karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau
terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi
B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab
agen-agen yang digunakan mengganggu metabolisme sel.
·
Anemia Mikrositik
Hipokrom
Mikrositik
berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang
dari normal. Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi),
seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah
kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit
hemoglobin abnormal kongenital).
Menurut Brunner
dan Suddart (2001), klasifikasi anemia menurut etiologinya secara garis besar
adalah berdasarkan defek produksi sel darah merah (anemia hipoproliferatifa)
dan destruksi sel darah merah (anemia hemolitika).
a. Anemia
Hipoproliferatifa
Sel darah merah
biasanya bertahan dalam jangka waktu yang normal, tetapi sumsum tulang tidak
mampu menghasilkan jumlah sel yang adekuat jadi jumlah retikulositnya menurun.
Keadaan ini mungkin disebabkan oleh kerusakan sumsum tulang akibat obat dan zat
kimia atau mungkin karena kekurangan hemopoetin, besi, vitamin B12 atau asam
folat. Anemia hipoproliferatifa ditemukan pada :
1) Anemia
aplastik
Pada anemia
aplastik, lemak menggantikan sumsum tulang, sehingga menyebabkan pengurangan
sel darah merah, sel darah putih dan platelet. Anemia aplastik sifatnya
kongenital dan idiopatik. Tindakan pencegahan dapat mencakup lingkungan yang
dilindungi (ruangan dengan aliran udara yang mendatar atau tempat yang nyaman)
dan higienis. Pada pendarahan atau infeksi perlu dilakukan terapi komponen
darah yang bijaksana, yaitu sel darah merah, granulosit dan trombosit dan
antibiotik. Agen-agen perangsang sumsum tulang seperti androgen diduga
menimbulkan eritropoiesis, tetapi efisiensinya tidak menentu. Penderita anemia
aplastik kronik dipertahankan pada hemoglobin (Hb) antara 8 dan 9 g dengan
tranfusi darah yang periodik.
2) Anemia
pada penyakit ginjal
Secara umum terjadi
pada klien dengan nitrogen urea darah yang lebih dari 10 mg/dl. Hematokrit
menurun sampai 20 sampai 30 %. Anemia ini disebabkan oleh menurunnya ketahanan
hidup sel darah merah maupun defisiensi eritropoetin.
3) Anemia
pada penyakit kronik
Berbagai penyakit
inflamasi kronis yang berhubungan dengan anemia jenis normositik normokromik
(sel darah merah dengan ukuran dan warna yang normal). Apabila disertai dengan
penurunan kadar besi dalam serum atau saturasi transferin, anemia akan
berbentuk hipokrom mikrositik. Kelainan ini meliputi arthritis reumatoid, abses
paru, osteomielitis, tuberkulosis dan berbagai keganasan.
4)
Anemia defisiensi-besi
Anemia
defisiensi besi secara morfologis diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik
hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintetis hemoglobin. Anemia
defisiensi besi adalah keadaan dimana kandungan besi tubuh total turun dibawah
tingkat normal dan merupakan sebab anemia tersering pada setiap negara. Dalam
keadaan normal tubuh orang dewasa rata-rata mengandung 3-5 gram besi,
tergantung pada jenis kelamin dan besar tubuhnya.
Penyebab
tersering dari anemia defisiensi besi adalah perdarahan pada penyakit tertentu
(misalnya : ulkus, gastritis, tumor pada saluran pencernaan), malabsorbsi dan
pada wanita premenopause (menorhagia). Menurut Pagana (1995), pada anemia
defisiensi besi, volume corpuscular rata-rata (Mean Corpuscular Volume atau
MCV), microcytic Red Blood Cells dan hemoglobin corpuscular rata-rata (Mean
Corpuscular Haemoglobine atau MCH) menurun.
Pengobatan
defisiensi besi mengharuskan identifikasi dan menemukan penyebab dasar anemia.
Pembedahan mungkin diperlukan untuk menghambat perdarahan aktif yang
diakibatkan oleh polip, tukak, keganasan dan hemoroid; perubahan diet mungkin
diperlukan untuk bayi yang hanya diberi makan susu atau individu dengan
idiosinkrasi makanan atau yang menggunakan aspirin dalam dosis besar.
5) Anemia
megaloblastik
Anemia yang
disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam folat. Terjadi penurunan volume
corpuscular rata-rata dan mikrositik sel darah merah. Anemia megaloblastik
karena defisiensi vitamin B12 disebut anemia pernisiosa. Tidak adanya faktor
instrinsik pada sel mukosa lambung yang mencegah ileum dalam penyerapan vitamin
B12 sehingga vitamin B12 yang diberikan melalui oral tidak dapat diabsorpsi
oleh tubuh sedangkan yang kita tahu vitamin B12 sangat penting untuk sintesadeoxyribonucle
ic acid (DNA).
Anemia
megaloblastik karena defisiensi asam folat, biasa terjadi pada klien yang
jarang makan sayur-mayur, buah mentah, masukan makanan yang rendah vitamin,
peminum alkohol atau penderita malnutrisi kronis. Anemia megaloblastik sering
kali terlihat pada orang tua dengan malnutrisi, pecandu alkohol atau pada
remaja dan pada kehamilan dimana terjadi peningkatan kebutuhan untuk memenuhi
kebutuhan fetus dan laktasi. Kebutuhan ini juga meningkat pada anemia
hemolitik, keganasan dan hipertiroidisme. Pengobatan anemia megaloblastik
bergantung pada identifikasi dan menghilangkan penyebab dasarnya. Tindakan ini
adalah memperbaiki defisiensi diet dan terapi pengganti dengan asam folat atau
dengan vitamin B12.
b. Anemia
Hemolitika
Pada anemia ini,
eritrosit memiliki rentang usia yang memendek. Sumsum tulang biasanya mampu
berkompensasi sebagian dengan memproduksi sel darah merah baru tiga kali atau
lebih dibandingkan kecepatan normal. Sebuah jenis anemia yang ditandai oleh rusaknya
sel-sel darah merah menyebabkan pelepasan hemoglobin. Ada
dua macam anemia hemolitika, yaitu
1. Anemia
hemolitika turunan (Sferositosis turunan). Merupakan suatu anemia hemolitika
dengan sel darah merah kecil dan splenomegali.
2. Anemia
sel sabit
Anemia sel sabit
adalah anemia hemolitika berat akibat adanya efek pada molekul hemoglobin dan
disertai dengan serangan nyeri. Anemia sel sabit adalah kerusakan genetik dan
merupakan anemia hemolitik herediter resesif. Anemia sel sabit juga merupakan sebuah kondisi yang
diwariskan, ditandai dengan berbentuk bulan sabit sel darah merah. Anemia
sel sabit dikarenakan oklusi vaskuler dalam kapiler yang disebabkan oleh Red
Blood Cells Sickled (RBCs) dan kerusakan sel darah merah yang cepat
(hemolisis).
Sel-sel yang
berisi molekul hemoglobin yang tidak sempurna menjadi cacat kaku dan berbentuk
bulan sabit ketika bersirkulasi melalui vena. Sel-sel tersebut macet di
pembuluh darah kecil dan memperlambat sirkulasi darah ke organ-organ tubuh.
RBCs berbentuk bulan sabit hanya hidup selama 15-21 hari. Dari berbagai
penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Anti anemia adalah suatu senyawa
baik sintesis maupun alamiah yang bekerja untuk meningkatkan pasokan oksigen
dalam darah baik dengan meningkatkan volume plasma darah ataupun dengan
meningkatkan proses pembentukan SDM.
F.
Macam-macam
Obat Anti Anemia
Seperti halnya
penyakit lain, pengobatan anemia juga harus ditujukan pada penyebab terjadinya
anemia. Misalnya anemia yang disebabkan oleh perdarahan pada usus maka
perdarahan itu harus kita hentikan untuk mencegah berlanjutnya anemia. Jika
memang diperlukan, operasi dapat dilakukan pada keadaan tertentu.
Suplemen besi diperlukan pada
anemia yang disebabkan oleh karena kekurangan zat besi. Pemberian suntikan
vitamin B12 diperlukan untuk mengkoreksi anemia pernisiosa. Transfusi darah
merupakan pilihan untuk anemia yang disebabkan oleh perdarahan hebat. Adapun
beberapa obat anemia, diantaranya :
1. TABLET
BESI ( fe )
Zat besi
merupakan mineral yang di perlukan oleh semua sistem biologi di dalam tubuh.
Besi merupakan unsur esensial untuk sintesis hemoglobin, sintesis katekolamin,
produksi panas dan sebagai komponen enzim-enzim tertentu yang di perlukan untuk
produksi adenosin trifosfat yang terlibat dalam respirasi sel. Besi dibutuhkan
untuk produksi hemoglobin (Hb), sehingga defisiensi Fe akan menyebabkan
terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dengan kandungan hb yang rendah
dan menimbulkan anemia hipokronik mikrositik.
·
Sumber
Zat Besi dan Proses
Besi
yang terkandung dalam makanan dapat berbentuk Fe-heme dan non-heme. Fe non-heme
yang antara lain terdapat dalam beras, bayam, jagung, gandum, kacang kedelai;
berada dalam bentuk senyawa ferry
yang harus diubah dulu di dalam lambung oleh HCL menjadi bentuk ferro yang siap diserap di dalam usus. Fe-heme lebih mudah diserap terdapat di
dalam ikan, hati, daging sapi16.
Fe non heme
kemudian masuk ke usus halus dirubah menjadi ferro dengan pengaruh alkali, setelah itu ferro diabsorpsi, sebagian disimpan sebagai senyawa feritin dan
sebagian lagi masuk ke peredaran darah berikatan dengan protein (transferin)
yang akan digunakan kembali untuk sintesa hemoglobin. Sebagian dari transferin
yang tidak terpakai disimpan sebagai labile iron pool. Penyerapan ferro dipermudah dengan adanya fruktosa,
asam askorbat (vitaminC), asam klorida dan asam amino. Sedangkan akan terhambat
dengan fosfat, kalsium oksalat, susu, antasid, tanin (bahan dalam teh). Berikut
bagan metabolisme besi :16,17
Gambar
2.1 Bagan metabolisme besi17
Inti hem
dibentuk oleh besi, yang dalam kombinasi dengan rantai globin yang sesuai akan
membentuk protein hemoglobin. Lebih dari 90% besi yang bukan simpanan dalam
tubuh berada dalam hemoglobin (sekitar 2,3 gram). Sebagian besi (sekitar 1
gram) disimpan sebagai feritin dan hemosiderin dalam makrofag di limpa, hati,
dan sumsum tulang. (at a glance).
a. Cara
kerja
·
Distribusi dalam tubuh
Tubuh manusia
sehat mengandung ± 3,5 g fe yang hampir seluruhnya dalam bentuk ikatan kompleks
dengan protein. Kira-kira 70% dari Fe yang terdapat dalam tubuh merupakan Fe
fungsional atau esensial, dan 30% merupakan Fe yang nonesensial.
b. Farmakokinetik
·
Absorpsi
Absorpsi Fe
melalui saluran cerna terutama berlangsung di duodenum dan jejenum proksimal;
makin ke distal absorpsinya makin berkurang. Zat ini lebih mudah di absorpsi
dalam bentuk Fero. Transportnya melalui sel mukosa usus terjadi secara transport
aktif. Ion Fero yang sudah diabsorpsi akan di ubah menjadi ion Feri dalam sel
mukosa. Selanjutnya ion Feri akan masuk kedalam plasma dengan perantara
transferin, atau diubah menjadi feritin dan di simpan dalam sel mukosa usus.
Secara umum, bila cadangan dalam tubuh tinggi dan kebutuhan akan zat besi rendah,
maka lebih banyak Fe diubah menjadi feritin. Bila cadangan rendah atau
kebutuhan meningkat, maka Fe yang baru di serap akan segera di angkut dari sel
mukosa ke sum-sum tulang untuk eritropoesis.
·
Distribusi
Setelah diabsorpsi,
Fe dalam tubuh akan diikat dalam transferin (siderofilin), suatu beta
1-globulin glikoprotein, untuk kemudian diangkut ke beberapa jaringan, terutama
ke sumsum tulang dan depot Fe
·
Metabolisme
Bila tidak
digunakan untuk eritropoesis, Fe meningkat suatu protein yang disebut
apoferitin dan membentuk feritin. Fe disimpan terutama pada sel mukosa usus
halus dan dalam sel-sel retikuloendotelial (di hati, limpa dan sumsum tulang).
Cadangan ini tersedia untuk digunakan oleh sumsum tulang dalam proses
eritropoesis; 10% di antaranya terdapat dalam labile pool yang cepat dapat
dikerahkan untuk prose ini, sedangkan sisanya baru digunakan bila labile pool
telah kosong. Besi yang terdapat dalam parenkim jaringan tidak dapat di gunakan
untuk eritropoesis.
Bila Fe
diberikan IV , cepat sekali diikat oleh apoferitin ( protein yang membentuk
feritin ) dan disimpan terutama di dalam hati. Sedangkan setelah pemberian per
oral terutama akan disimpan di limpa dan sumsum tulang. Fe yang berasal dari
pemecahan eritrosit akan masuk ke dalam hati dan limpa. Penimbunan Fe dalam
jumlah abnormal tinggi dapat terjadi akibat transfusi darah yang berulang-ulang
atau akibat penggunaan preparat Fe dalam jumlah berlebihan yang di ikuti
absorpsi yang berlebihan pula.
·
Eksresi
Jumlah Fe yang
dieksresi setiap hari sedikit sekali, biasanya sekitar 0,5-1 mg sehari.
Ekskresi terutama berlangsung melalui sel epitel kulit dan saluran cerna yang
terkelupas, selain itu juga melalui keringat, urin, feses, serta kuku dan
rambut yang di potong. Pada proteinuria jumlah yang di keluarkan dengan urin
dapat meningkat bersama dengan sel yang mengelupas. Pada wanita usia subur
dengan siklus haid 26 hari. Jumlah fe yang diekskresikan sehubungan dengan haid
di perkirakan sebanyak 0,5-1 mg sehari.
c. Indikasi
Sediaan Fe hanya
diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan anemia defisiansi Fe penggunakan
diluar indikasi ini, cenderung menyebabkan penyakit penimbunan besi dan
keracunan besi. Anemia defisiensi Fe paling sering disebabkan oleh kehilangan
darah. Selain itu, dapat pula terjadi misalnya pada wanita hamil (terutama
multipara) dan pada masa pertumbuhan, karena kebutuhan yang meningkat. Banyak
anemia yang mirip anemia defisiensi Fe. Sebagai pegangan untuk diagnostik dalam
hal ini ialah, bahwa pada anemia defisiensi Fe dapat terlihat granula berwarna
kuning emas di dalam sel-sel retikuloendotelial sumsum tulang
d. Efek
samping
Efek samping
yang paling sering timbul berupa intoleransi terhadap sediaan oral, dan ini
sangat tergantung dari jumlah Fe yang dapat larut dan yang diabsorpsi pada tiap
pemberian. Gejala yang timbul dapat berupa mual dan nyeri lambung (± 7-20% ),
konstipasi (± 10% ), diare (± 5% ) dan kolik. Gangguan ini biasanya ringan dan
dapat dikurangi dengan mengurangi dosis atau dengan cara ini diabsorpsi dapat
berkurang. Perlu diterangkan kemungkinan timbulnya feses yang berwarna hitam
kepada pasien.
Pemberian Fe
secara IM dapat menyebabkan reaksi lokal pada tempat suntikan yaitu berupa rasa
sakit, warna coklat pada tempat suntikan, peradangan lokal dengan pembesaran
kelenjar inguinal. Peradangan lokal lebih sering terjadi pada pemakaian IM
dibanding IV , selain itu dapat pula terjadi reaksi sistemik yaitu pada
0,5-0,8% kasus. Reaksi yang dapat terjadi dalam 10 menit setelah suntikan
adalah sakit kepala, nyeri otot dan sendi, hemolisis, takikardia, flushing,
berkeringat, mual, muntah, bronkospasme, hipotensi, pusing dan kolaps
sirkulasi, sedangkan reaksi yang lebih sering timbul dalam ½-24 jam setelah
suntikan misalnya sinkop, demam, menggigil, rash, urtikaria, nyeri dada, rasa
sakit pada seluruh badan dan ensefalopatia. Reaksi sistemik ini lebih sering
terjadi pada pemberian IV, demikian pula syok atau henti jantung.
e. Dosis
Sediaan oral
besi dalam bentuk Fero paling mudah diabsorpsi maka preparat besi untuk
pemberian oral tersedia dalam bentuk berbagi garam Fero seperti Fero sulfat, Fero
glikonat, dan Fero fumarat. Ketiga preparat ini umumnya efektif dan tidak
mahal. Tidak ada perbedaan absorpsi di antar garam-garam Fe ini. Jika da,
mungkin disebabkan oleh perbedaan kelarutannya dalam asam lambung. Dalam bentuk
garam sitrat, tartrat, karbonat, pirofosfat, ternyata Fe sukar diabsorpsi:
demikian pula sebagai garam Feri ( Fe3+ ).
Yang perlu diingat dalam meminum
pil atau tablet Fe yaitu :
• Diminum sesudah makan malam atau
menjelang tidur
• Hindari minum dengan air teh,
kopi dan susu karena dapat menganggu proses penyerapan.
• Hendaknya meminum dengan vitamin C
misalnya dengan air jeruk
• Segera minum pil setelah rasa
mual, muntah menghilang.
2. VITAMIN B12 (Sianokobalamin)
a. Indikasi
Anemia
megaloblastik, pasca pembedahan lambung total dan pemotongan usus, defisiensi
vitamin B12.
b. Farmakokinetik
·
Absorpsi
Sianokobalamin
diabsorpsi baik dan cepat setelah pemberian IM dan SK . Kadar dalam plasma
mencapai puncak dalam waktu 1 jam setelah suntikan IM. Hidroksokobalamin dan
koenzim B12 lebih lambat diabsorpsi, agaknya karena ikatanya yang lebih kuat
dengan protein . absorpsi per oral berlangsung lambat di ileum; kadar puncak di
capai 8-12 jam setelah pemnerian 3 mg. Absorpsi ini berlangsung dengan 2
mekanisme yaitu dengan perantaraan faktor instrinsik castle (Fic) dan absorpsi
secara langsung.
·
Distribusi
Setelah di
absorpsi, hampir semua vitamin B12 dalam darah terikat dengan protein plasma
sebagian besar terikat pada beta-globulin ( transkobalamin II),Sisanya terikat
pada alfa-glikoprotein (transkobalamin I) dan inter-alfa-glikoprotein (
transkobalamin III) vitamin B12 Yyang terikat pada transkobalamin II akan di
angkut ke berbagai jaringan, terutam hati yang merupakan gudang utama
penyimpanan vitamin B12 (50-90% ). Kadar normal vitamin B12 dalam plasma adalah
200-900 pg ml dengan simpanan sebanyak 1-10 mg dalam hepar.
·
Metabolisme &
Ekskresi
Baik
sianokobalamin maupun hidrosokobalamin dalam jaringan dan darah terikat oleh
protein . seperti halnya koenzim B12, ikatan dengan hidroksokobalamin lebih
kuat sehingga sukar diekskresi melalui urin. Di dalam hati ke dua kobalamin
tersebut akan di ubah menjadi koenzim B12. Pengurangan jumlah kobalamin dalam
tubuh di sebabkan oleh ekskresi melalui saluran empedu; sebanyak 3-7mg sehari
harus di reabsorbsi dengan perantaraan FIC. Ekskresi bersama urin hanya terjadi
pada bentuk yang tidak terikat pritein.80-90% vitamin B12 akan diretensi dalam
tubuh bila di berikan dalam dosis sampai 50mg; dengan dosis yang lebih bersar,
jumlah yang diekskresi akan lebih banyak . jadi bila kapasitas ikatan protein
dari hati, jaringan dan darah lebih jenuh,vitamin B12 bebas akan di keluarkan
bersama urin sehingga tidak ada gunanya memberikan vitamin B12 dalam jumlah
yang terlalu besar.
Vitamin B12
dapat menembus sawar uri dan masuk kedalam sirkulasi bayi. Dosis sianokobalamin
untuk pasien anemia permisiosa tergantung dari berat anemianya, ada tidaknya
komplikasi dan respons terhadap pengobatan. Secara garis besar cara
penggunaannya dibagi atas terapi awal yang intensif dan terapi penunjang.
c. Dosis
·
Per oral: untuk
defisiensi B12 karena faktor asupan makanan: dewasa 50-150 mikrogram atau
lebih, anak 50-105 mikrogram sehari, 1-3x/hari.
·
Injeksi intramuskular:
dosis awal 1mg, diulang 10x dengan interval 2-3 hari. Dosis rumatan 1 mg per
bulan.
Sediaan: Tablet 50 mikrogram,
liquid 35 microgram/5 ml, injeksi 1 mg/ml.
3. ASAM FOLAT
Asam folat (
asam pteroilmonoglutamat, pmGA ) terdiri atas bagian-bagian pteridin, asam
paraaminobenzoat dan asam glutamat. Dari penelitian
Folat terdapat dalam hampir setiap
jenis makanan dengan kadar tertinggi dalam hati, ragi dan daun hijau yang
segar. Folat mudah rusak dengan pengolahan ( pemasakan ) makanan.
a. Farmakokinetik
Pada pemberian
oral absorpsi folat baik sekali, terutama di 1/3 bagian proksimal usus halus.
Dengan dosis oral yang kecil, absorpsi memerlukan energi, sedangkan pada kadar
tinggi absorpsi dapat berlangsung secar difusi. Walaupun terdapat gangguan pada
usus halus, absorpsi folat biasanya masih mencukupi kebutuhan terutama sebagai
PmGA.
b. Indikasi
Penggunaan folat
yang rasional adalah pada pencegahan dan pengobtan defisiensi folat harus di
ingat bahwa penggunaan secara membabibuta pada pasien anemia pemisiosa dapat
merugikan pasien, sebab folat dapat memperbaiki kelainan darah pada anemia
pemisiosa tanpa memperbaiki kelainan neurologi sehingga dapat berakibat pasien
cacat seumur hidup
Kebutuhan asam
folat meningkat pada wanta hamil, dan dapat menyebabkan defisiensi asam folat
bila tidak atau kurang mendapatkan asupan asam folat dari makananya. Beberapa
penelitian mendapat adanya hubungan kuat antara defisiensi asam folat pada ibu
dengan insisens defek neural tube, seperti sapina bifida dan anensefalus, pada
bayi yang dilahirkan. Wanita hamil membutuhkan sekurang-kurangnya 500 mg asam
folat per hari suplementasi asam folat di butuhkan untuk memenuhi kebutuhan
tersebut, untuk mengurangi insidens defek neuran tube.
Efek toksik pada
penggunaan folat untuk manusia hingga sekarang belum pernah dilaporkan terjadi.
Sedangkan pada tikus, dosis tinggi dapat menyebabkan pengendapan kristal asam
folat dalam tubuli ginjal. Dosis 15 mg pada manusia masih belum menimbulkan
efek toksik.
c. Dosis
Yang digunakan
tergantung dari beratnya anemia dan komplikasi yang ada. Umumnya folat
diberikan per oral, tetapi bila keadaan tidak memungkinkan, folat diberikan
secar IM atau SK.
Untuk tujuan
diagnostik digunakan dosis 0,1 mg per oral selam 10 hari yang hanya menimbulkan
respons hematologik pada pasien defisiensi folat. Hal ini membedakannya dengan
defisiensi vitamin B12 yang baru memberikan respons hematologik dengan dosis
0,2 mg per hari atau lebih.
3. ERITROPOIETIN
Eritropoietin,
suatu gliko protein dengan berat molekul 34-39 DA, merupakan factor pertumbuhan
hematopoietic yang pertama kali diisolasi.Eritropoietin merupakan factor pertumbuhan
sel darah merah yang diproduksi terutama oleh ginjal dalam sel peritubuler dan
tubuli proksimalis.Dalam jumlah kecil eritropoietin juga diproduksi oleh
hati.untuk kepentingan pengobatan eritripoietin diproduksi sebagai rekombinan
eritropoetin manusia yang disebut epoetin alfa. secara medis, obat antianemia
yang mengandung EPO dapat meningkatkan daya ingat.
· Farmakodinamik
Eritroproetin,berinteraksi
dengan reseptor eritropoietin pada permukaan sel induk sel darah merah,
menstimulasi poloferasi dan diferensiasi eritroit. Eritropoietin juga
menginduksi pelepasan retikulosis dari sumsum tulang. Eritrpoietin endogen
diproduksi oleh ginjal sebagai respon terhadap hipoksia jaringan. Bila terjadi
Anemia maka eritropoietin diproduksi lebih banyak olh ginjal, dan hal ini
merupakan tanda bagi sumsum tulang untuk memproduksi sel darah.
·
Farmakokinetik
Setelah
pemberian intravena masa paru eritropoietin pada pasien gagal ginjal kronik
sekirar 4-13 jam. Eritropoietin yang dikeluarkan melalui dialisis. Darbopoietin
alfa merupakan eritropoietin bentuk glikolisasi memiliki masa paru 2-3 kali
eritropoietin.
·
Indikasi
Eritropoietin
terutama di indikasikan untuk anemia pada pasien gagal ginjal kronik. Pada
pasien ini pemberian eritropoietin umumnya meningkatkan kadar hematokrik dan
hemoglobin, dan mengurangi/menghindkan kebutuhan transfusi. Peningkatan jumlah
retikulosit umumnya terlihat dalam sekitar 10 hari, dan peningkatan kadar
hematokrik dan hemoglobin dalam 2-6 minggu. Pada kebanyakan pasien kadar
hematokrik sekitar 35% dapat dipertahankan dengan pemberian eritropoietin
50-150 IU/Kg secara intravena atau subkutan 3 kali seminggu.
Pemberian secara
subkutan umumnya lebih disenangi karena absorpsinya lebih lambat dan jumlah
yang dibutuhkan berkurang 20-40%. Respons pasien dialisis terhadap pemberian
eritropoietin tergantung pada beratnya kegagalan ginjal, dosis eritropoietin
dan cara pemberian, serta keberadaan besi. Kegagalan respons paling sering disebabkan
oleh adanya difisiensi, yang dapat di atasi dengan pemberian preparat besi
secara oral. Pasien yang mendapat eritropoietin harus di monitor ketat, dan
dosis perlu di sesuaikan agar peningkatan hematokrik terjadi secara bertahap
untuk mencapai 33-36% dalam waktu 2-4 bulan. Kadar hematokrit yang dicapai
dianjurkan tidak melebihi 36% untuk menghindari kemungkinan infark miokard.
Umumnya pasien
anemia akibat gangguan primer atau sekunder pada sumsum tulang kurang
memberikan respons terhadap pemberian eritropoietin. Respons paling baik bila
kadar eritropoietin kurang dari 100 IU/L. Umumnya untuk pasien ini di butuhkan
dosis lebih tinggi, sekitar 150-300 IU/L tiga kali seminggu dan responsnya
biasanya tidak terlalu baik.
·
Efek samping
Yang paling
sering adalah bertambah beratnya hipertensi yang dapat terjadi pada sekitar
20-30% pasien dan paling sering akibat peningkatan hematokrit yang terlalu
cepat. Meskipun masih kontroversial dilaporkan peningkatan tendensi trombosit
pada pasien dialisis.
OBAT LAIN
1. RIBOFLAVIN
Berfungsi
sebagai koenzim dalam metabolisme flavo-protein dalam pernafasan sel.
Sehubungan dengan anemia, ternyata riboflavin dapat memperbaiki anemia
normokromik-normo-sitik. Anemia defisiensi riboflavin banyak terdapat pada
malnutrisi protein-kalori, dimana ternyata faktor defisiensi Fe dan penyakit
infeksi memegang peranan pula. Dosis yang digunakan cukup 10 mg sehari per oral
atau IM.
2. PIRIDOKSIN
Vitamin B6 ini
mungkin berfungsi sebagai koenzim yang merangsang pertumbuhan Heme. Defesiensi
piridoksin akan menimbulkan anemia mikrositik hipokromok.pada sebagian besar
pasien akan terjadi anemia normoblastik sideroakrestik dengan jumlah Fe non
hemoglobin yang banyak dalam precursor eritrosit, dan pada beberapa pasien
terdapat anemia Megaloblastik.Pada keadaan ini arbsorbsi Fe meningkat,
Fe-binding protein menjadi jenuh dan terjadi hiperperemia, sedangkan daya
rergenerasi darah menurun.Akhirnya akan didapatkan gejala hemosiderosis.
3. KOBAL
Kobal dapat
meningkatkan jumlah hemotokrit, hemoglobin dan eritrosit pada beberepa pasien
dengan anemia refrakter, seperti yang terdapat pada pasien talasimea, infeksi
kronik atau penyakit ginjal,tetapi mekanisme yang pasti tidak diketaui. Kobal
merangsang pembentukan eritropoietin yang berguna untuk meningkatkan
pengambilan Fe dalam sumsum tulang, tetapi ternyata pada pasien anemia
refrakter kadar eritropoietin sudah tinggi.Penyelidikan lain mendapatkan bahwa
Kobal menyebabkan Hipoksia intrasel sehingga dapat merangsang pembentukan
eritrosit.Sebaliknya, Kobal dalam dosis besar justru menekan pembentukan
eritrosit.
Adapun beberapa
obat yang digunakan dalam pengobatan anemia, diantaranya sebagai berikut :
1. IRON
DEXTRAN ( imferon )
Mengandung 50 mg
Fe setiap mL (larutan 5%) untuk penggunaan IM atau IV. Respons terapeutik
terhadap suntikan IM ini tidak lebih cepat dari pada pemberian oral. Dosis
total yang diperlukan dihitung berdasarkan beratnya anemia, yaitu 250 mg Fe
untuk setiap gram kekurangan Hb. Pada hari pertama disuntukkan 50 mg,
dilanjutkan dengan 100-250 mg setiap hari atu beberapa hari sekali. Penyuntikan
dilakukan pada kuadran atas luar m. Gluteus dan secara dalam untuk menghindari
pewarnaan kulit.
a. Indikasi
Intravena atau
intramuskular suntikan dekstran besi yang ditunjukkan untuk perawatan pasien
dengan defisiensi zat besi yang tidak dapat diberikan secara oral.
b. Dosis
dan Administrasi
Besi oral harus
dihentikan sebelum administrasi INFeD.
c. Dosis
Untuk
memperkecil reaksi toksin pada pemberian IV, Dosis permulaan tidak boleh
melebihi 25 mg, dan di ikuti dengan peningkatan bertahan untuk 2-3 hari
tercapai dosis 100 mg/hari. Obat harus di berikan perlahan-lahan yaitu dengan
menyuntikkan 25-50 mg/ menit.
d. Efek
samping
Efek samping
yang harus dilaporkan kepada dokter atau ahli kesehatan sesegera mungkin:
• Reaksi alergi seperti ruam kulit
, gatal atau gatal-gatal , pembengkakan wajah, bibir, atau lidah,
• Bibir biru, kuku, atau kulit,
• Gangguan pernapasan,
• Perubahan tekanan darah,
• Nyeri dada,
• Takikardi,
• Perasaan pusing, atau jatuh
pingsan,
• Demam atau kedinginan,
• Nyeri otot atau nyeri sendi,
• Nyeri, kesemutan, mati rasa di
tangan atau kaki,
• Kejang.
Efek samping
yang biasanya tidak memerlukan perhatian medis (laporkan ke dokter atau ahli
kesehatan jika gejala menetap atau mengganggu):
• Diare
• Sakit kepala
• Iritasi didaerah suntikan
• Mual, muntah
• Sakit perut
2. ADFER
a. Kandungan
Fe glukonat 250
mg, Mangan sulfat 200 µg, Tembaga sulfat 200 µg,Vitamin C 50 mg, Asam folat
1000µg, Vitamin B12 7,5µg, Sorbito l25 mg.
b. Indikasi
Anemia yang disebabkan
kekurangan Fe, anemia akibat traumatik atau anemia endogenik, anemia akibat
perdarahan selama masa pertumbuhan, usia lanjut, masa penyembuhan, kehamilan,
menyusui, anemia yang disebabkan malnutrisi umum atau diet.
c. Kontra
indikasi
Penumpukan Fe, gangguan
penggunaan Fe.
d. Efek samping
Gangguan saluran
pencernaan.
e. dosis
Dosis awal 1-2
kapsul sehari.
f. Penyajian
Dikonsumsi
bersamaan dengan makanan.
3. ARTOFERUM
a. Indikasi
Anemia
(kekurangan zat besi) & sebagai sebuah pencegahan, pengobatan, dan
sumber vitamin dan mineral bagi negara-negara kekurangan.
b. Cara
Penggunaan
Satu kaplet
sehari-hari, atau seperti yang ditentukan oleh dokter.
4. DASABION
KAPSUL
a. Komposisi
Tiap kapsul
mengandung :
-
Besi (II) Fumarat 360
mg
-
Kalsium Pantotenat 20
mg
-
Asam Folat 1,5 mg
-
Vitamin B12 15 mkg
-
Vitamin C 75 mg
-
Vitamin D3 400 SI
-
Sorbitol 25 mg
b. Deskripsi
Dasabion
mengandung Besi (II) Fumarat, Asam Folat dan Vitamin B12 yang sangat dibutuhkan
untuk pembentukan sel darah merah. Karena anemia sering dijumpai pada wanita
hamil, maka zat-zat tersebut sangat dibutuhkan untuk pencegahan dan
pengobatannya. Vitamin C membantu mempertahankan zat besi dalam bentuk Ferro
agar tidak teroksidasi menjadi bentuk Ferri, sehingga lebih mudah untuk
diabsorbsi untuk saluran pencernaan.
Vitamin D3
sangat dibutuhkan pada masa kehamilan, karena erat hubungannya dalam proses
pembentukan tulang. Kalsium Pantotenat merupakan prekursor koenzim A yang
sangat diperlukan dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Sorbitol
bersifat sebagai laksans, dapat menetralisir konstipasi yang mungkin terjadi
pada pemberian secara terus menerus.
c. Indikasi
-
Segala macam anemia
-
Pada masa kehamilan
d. Efek
samping
Nyeri pada
saluranpencernaan disertai mual,muntah dan diare. Pemberian secara terus
menerus dapat menyebabkan konstipasi.
e. Aturan
pakai
Sehari 1 kapsul
atau menurut petunjuk dokter
f. Perhatian
Pemakaian obat ini dapat menyebabkan
fases berwarna hitam.
5. EMINETON
Membantu
mengurangi gejala anemia.
a. Komposisi
& Informasi nilai gizi
Takaran saji: 1
tablet (620 mg) Jumlah sajian per kemasan : 100 % AKG
-
Ferrous Fumarate 90 mg
-
Cupric Sulfate 0,35 mg
-
Cobaltous Sulfate 0,15
mg
-
Manganese Sulfate 0,05
mg
-
Pyridoxine
Hydrochloride 0,192 mg
-
Cyanocobalamine 5 mCg
-
AscorbicAcid 60 mg
-
A - Tocopherol Acetate
5 mg
-
FolicAcid 400 meg
-
Calcium Phosphate,
Dibasic 60 mg
*AKG berdasarkan pada diet 200 Kcal
Farmakologi :
Emineton adalah
tablet yang mengandung zat besi organik (Ferrous Fumarate) dalam dosis
terapeutik dengan kombinasi mangan, tembaga, asam askorbat, vitamin B, kalsium,
vitamin E dan asam folat, sehingga sangat membantu mempercepat proses
pembentukan sel-sel darah. Dapat digunakan untuk menghilangkan gejala anemia
dan kurang gizi pada segala tingkat usia.
b.
Indikasi
Untuk membantu
mengurangi gejala anemia karena kekurangan zat besi.
c. Efek
samping
Pemakaian
EMINETON secara berlebihan dapat menyebabkan gangguan gastroenterik seperti
diare atau gastritis, mual dan muntah.
d. Peringatan
dan perhatian
Ada kemungkinan
timbul faeces berwarna hitam setelah makan obat ini.
e. Dosis
dan cara pemakaian :
-
Dewasa : 1 - 2 tablet /
hah pada waktu atau sesudah makan.
-
Anak-anak : 1 tablet /
hari pada waktu atau sesudah makan.
6. ETABIO
a. Komposisi
Tiap
kapsul mengandung:
-
Ferro Glukonat 250 mg
-
Vitamin C 50 mg
-
Asam Folat 1 mg
-
Vitamin B12 7,5 mcg
-
CupriSulfat 0,2 mg
-
ManganSulfat 0,2 mg
-
Sorbitol 25 mg
b. Farmakologi
Ferro Glukonat merupakan garam besi yang
bekerja dan bermanfaat dalam pencegahan dan pengobatan penyakit kekurangan
darah (anemia) karena kekurangan zat besi. Vitamin B12 merupakan salah satu
faktor pencegah kekurangan darah. Cupri Sulfat dan mangan sulfat merupakan
biokatalisator yang merangsang jaringan pembentukan darah dalam tubuh. Vitamni
C membantu penyerapan zat besi oleh tubuh. Asam Folat merupakan salah satu
faktor dalam pembentukan butir-butir darah merah.
c. Indikasi
Untuk mencegah dan mengobati kekurangan
Vitamin dan mineral seperti kekurangan darah (anemia) dan membantu pembentukan
darah.
d.
Peringatan dan Perhatian
Penderita perlu diterangkan kemungkinan
timbulnya feces yang berwarna hitam.
e.
Efek Samping
Konstipasi, diare, mual, muntah.
f. Dosis
Sehari 1 kapsul pada waktu atau sesudah
makan, sesuai petunjuk dokter.
7. FERCEE
kapsul
Tiap kapsul FERCEE terdiri atas :
- Besi
(II) Fumarat 275,0 mg
- Asatn
askorbat 100,0 mg
- Natrium
Dioktilsulfosuksinat 20,0 mg
Dalam bentuk
pelepasan yang diperlambat
a. Indikasi
Penyakit kurang
darah, yang esensial dan sekunder yang disebabkan oleh kekurangan zat besi,
penyakit kurang darah yang disebabkan oleh pendarahan, masa akil balik, masa
hamil dan pada anak-anak.
b. Dosis
Kecuali bila
dianjurkan lain oleh dokter, satu kapsul tiap hari sesudah makan pagi - bila
perlu dapat sampai 2 kapsul tiap hari.
c. Kontra
indikasi :
·
Terapi besi kontra
indikasi untuk pasien dengan iron storage disease atau pasien yang oenderung
kearali penyakit tersebut yang disebabkan oleh chronic hemolytic anemia
(seperti anomali keturunan dari struktur/sintesa hemoglobin dan/atau defisiensi
enzim darah merah).
·
Anemia oleh kekurangan
Piridoksina Hidroklorida.
·
Sirosis hati.
d. Efek
samping
Reaksi sensittvitas dan gangguan
saluran pencernaan dapat terjadi.
e. Peringatan
dan Perhatian
·
Jauhkan dari jangkauan
anak-anak.
·
Untuk anemia yang
disebabkan oleh kekurangan besi yang disebabkan oleh pengeluaran darah yang
berlebihan, maka harus diobati dahulu sebab dari pengeluaran darah tersebut.
·
Pemberian jangka
panjang dari garam besi dapat menyebabkan iron storage disease.
TERAPI
Sebelum pengobatan dimulai dapat
dilakukan percobaan terapi untuk memastikan diagnosis anemia pernisiosa. Untuk
ini hanya dibutuhkan dosis 1-10 mcg sehari yang diberikan selama 10 hari.
Jumlah sekecil ini akan menimbulkan respons hematologik berupa reaksi
retikulosit pada anemia pernisiosa tanpa komplikasi. Percobaan terapi ini tidak
dianjurkan pada penderita anemaa megaloblastik berat dengan gangguan neurologi,
sebab pangobatan harus segera dimulai, demikian pula pada penderita usia lanjut
yang lebih rentan terhadap hipoksia jaringan akibat anemia.
Pada terapi awal diberikan dosis 100 mcg
sehari parental selama 5-10 hari. Dengan terapi ini respons hematologik baik
sekali, tetapi respons dapat kurang memuaskan bisa terdapat keadaan yang
menghambat hematopoesis misalnya infeksi, uremia atau penggunaan kloramfenikol.
Respons yang buruk dengan dosis 100mcg/hari selama 10 hari, mungkin juga
disebabkan oleh salah diagnosis atau potensi obat yang kurang. Progresi
kerusakan neurologi pada anemia pernisiosa dapat dihentikan dengan sempurna,
sedangkan perbaikan yang nyata dari kerusakan yang telah terjadi hanya dapat
diperoleh bila terapi dimulai sedini mungkin.
Terapi penunjang dilakukan dengan
memberikan dosis penunjang 100-200 mcg sebulan sekali sampai diperolah remisi
yang lengkap yaitu jumlah eritrosit dalam darah +- 4,5 juta/mm3 dan morfologi
hematologik berada dalam batas-batas normal. Kemudian 100 mcg sebulan sekali
cukup untuk mempertahankan remisi. Pemberian dosis penunjang setiap bulan ini
penting sebab retensi vitamin B12 terbatas, walaupun diberikan dosis sampai
1000 mcg.
Komentar
Posting Komentar